Apakah Membaca Kitab Harus di bawah Bimbingan Guru?

Submitted by admin on Thu, 02/09/2023 - 09:05
Penulis

Terdapat diskusi-diskusi yang mempertanyakan keabsahan belajar hanya melalui kitab atau buku. Yaitu hukum membaca tanpa di bawah bimbingan syeikh.

Ayahanda Syeikh Umar Mahmud Abu Umar mendiskusikan persoalan ini dalam Kitab beliau Fanul Qiraah mengutip perkataan Imam Asy-Syatibi rahimahullah: “Sesungguhnya ilmu hanya bisa diperoleh dengan mendengar langsung pada syeikh. Sedangkan memperoleh ilmu hanya dengan (membaca) kitab, tidak mungkin bisa dilakukan oleh murid. Bahkan memerdekakan diri dari syeikh dan mencukupkan dengan kitab akan merusak.”

Perkataan Imam Asy-Syatibi lainnya: “Siapa yang berguru pada kitab akan banyak jatuh dalam kesalahan.”

Menjawab diskusi semisal ini, syeikh Umar Mahmud menjawab bahwa perkataan tersebut dan yang sejenis menjelaskan teknis membaca yang benar, bukan melarang membaca. Sebab zaman dahulu, bagi pemula untuk membaca suatu kitab harus di bawah syeikh yang akan membacakan dengan bacaan yang benar disebabkan khot dan cetakan yang belum sebaik hari ini. Khot zaman dahulu sangat sulit dibaca maka diperlukan seorang guru yang ahli membacanya. Demikian pula murid memerlukan penjelasan-penjelasan makna dan menunjukkan mana kitab yang prioritas untuk dipelajari.

Syeikh Umar Mahmud mengatakan bahwa pemahaman perkataan Imam Syatibi tidak bisa dimengerti kecuali dengan penjelasan seperti di atas. Dan meskipun terdapat peringatan keras membaca tanpa guru tapi tidak ada seorang ulamapun yang melarang siapapun untuk membaca kitab. Dibuktikan dengan adanya pemberian ijazah dari syeikh kepada murid atau siapapun tanpa si murid membaca kitab tersebut. Budaya ini sangat masyhur di kalangan ulama masanid.

Tujuan membaca adalah mencapai ilmu. Jika seseorang membaca kitab lalu dia memahaminya artinya dia telah mencapai tujuan. Dia tidak dicela walau membaca tanpa guru. Membaca di hadapan guru dengan cara mendengar atau talaqi adalah salah satu metode mencari ilmu, bukan satu-satunya metode lalu menyalahkan metode lain. Pada bacaan yang sulit dipahami dia bisa bertanya kepada syeikh atau melakukan pencarian.

Adakalanya, membaca atau mendengar dihadapan Syeikh untuk memperoleh ijazah tetapi dia tidak memahami apa yang ia baca atau dengar. Seperti jamak dalam majelis sama, misalnya perijazahan sanad Hadits Arbain atau kitab lain. Murid tetap mendapat ijazah walau dia tidak paham apapun yang dia baca. Karena menurut Syeikh Umar Mahmud, perijazahan hanyalah sebagai hiasan ilmu bukan hakikat ilmu.

Maka, ijazah bisa dikirimkan via email, via elektronik. Ijazah bisa diperoleh dengan mendengar saja secara online bahkan kadang dengan tidak mengindahkan adab majelis. Sehingga tidak ada alasan untuk terus membaca dan membaca lalu mencari kesempatan untuk belajar dengan syeikh.

Kamis, 18 Rajab 1444H
Disarikan dari kitab Fanul Qiraah Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah