Berkata Syeikh Umar Mahmud Abu Qatadah Al-Falestini hafizhahullah dalam Kitab Fanul Qiraah hal 136:
Suatu hari temanku yang pintar berkata: “Satu peluru dapat menghancurkan puluhan jilid kitab.” Aku bantah, “Hanya peluru bodoh mentarget kitab mati yang bisa melakukannya.”
Allah menamakan Al-Quran dengan ruh, sedang ruh asas kehidupan. Sayid Qutb mensyaratkan menghidupkan kata dari kematiannya dengan ruh penulisnya. Huruf bukan hanya ilmu pengetahuan tetapi amal nyata perbuatan.
Mereka yang menempatkan kata-kata dengan pandangan dan berinteraksi dengan kaidah ini adalah pemilik kata yang sebenarnya. Sedangkan yang hanya menjadikan kata sebagai tulisan pengetahuan semata adalah perampok. -selesai perkataan beliau hafizhahullah.
Orang-orang yang menyangka hanya dengan merangkai huruf bisa merubah lingkungan tanpa ada iradah dan amal itu ilusi. Orang yang hanya mengoleksi kitab tanpa membaca dan mengamalkannya tidak akan merubah apapun.
Telah terjadi peperangan demi peperangan antar suku Arab jahiliyah demi membela syair mereka. Demikian pula bangsa Arab muslim berperang melawan bangsa Arab jahiliyah, Persia dan Romawi demi membela perkataan al-haq yang mereka cintai, pelajari dan jadikan aturan hidup yaitu perkataan Allah.
Mereka menghunuskan pedang, mengorbankan harta, jiwa bahkan keluarganya sendiri demi kata. Mereka adalah orang yang menganggap kata sebagai kehidupan. Mungkin bisa hidup dalam kemiskinan tapi tidak mungkin hidup tanpa pakaian. Mungkin bisa hidup tanpa mahkota tapi tidak mungkin hidup tanpa kedaulatan. Tidak mungkin hidup tanpa kata karena saat itu dia tidak memiliki nilai.
Tetapi orang-orang yang kosong dari nilai, menganggap buku-buku cuma bacaan yang dibaca dengan memperdengarkan suara. Hanya itu tak lebih. Seakan-akan umat ini bukan umat yang merebut kerajaan dunia di atas jalan kebenaran. Seakan-akan terbunuh jutaan umat ini demi tujuan hobi perang, demi perebutan kekuasaan dengan dalih agama.
Betapa banyak orang mempelajari kitab tapi kosong dari nilai. Tidak memiliki prinsip memperjuangkan apa yang telah dibaca dan mentauladani biografi para ulama sang penulis kitab. Bagi mereka, dunia ini hanya tanah tak perlu pembelaan di atas al-haq.
Bagi mereka membela kehormatan jiwa, akal dan prinsip hanyalah ilusi. Hidup bersama kitab hanya untuk bekerja dan meraup penghasilan sebanyak-banyaknya. Wala pada muslim hanya berlaku jika sesuai kepentingan dunianya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia).” (Al-Baqarah: 96)
Syeikh Umar Mahmud berkata: “Mereka menghancurkan semua pondasi keindahan, menghancurkan sejarah kita, menghancurkan nilai-nilai umat kita melalui slogan rasionalitas dan maslahat di saat kita tidak memiliki kekuasaan apapun.”
Syeikh melanjutkan, “Mereka meludahi para syuhada dan menuduh sebagai pesakitan, orang gila, orang yang tidak memiliki cita-cita dan putus asa karena menginginkan janah sedangkan janah itu mereka anggap fatamorgana. Hakikat kehidupan menurut mereka hanyalah saldo rekening bank.”
Huruf hanya diperuntukkan bagi mereka yang membelanya dan membayar dengan pengorbanannya. Huruf yang direalisasikan dengan amalan dan ketauladanan. Harus ada yang dibayar dan dikorbankan demi membela sebuah kata.
Syeikh Umar Mahmud menukil perkataan Imam Ar-Rafi’i tentang Al-Quran yang dibaca oleh Musailamah Al-Kazhab: “Al-Quran ini turun di perutnya bukan di hatinya.”
Kemudian Syeikh Umar Mahmud mengomentari alim atau cendekiawan yang hanya pintar ngomong dengan perkataan beliau: “Idenya turun di duburnya bukan di akalnya.”
Rabu, 18 Jumadal Akhir 1444H
Disarikan dari kitab Fanul Qiraah Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah