Kunci Memahami Kitab dengan Memahami Manhaj Penulis dan Karyanya

Submitted by admin on Fri, 01/20/2023 - 12:46
Penulis

Memahami kitab dengan membaca utuh dari sampul sampai halaman terakhir. Supaya dapat memahami dengan sempurna kita juga harus membaca biografi penulis dan mencari tahu tujuan penulisan kitab tersebut.

Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah memberikan rambu-rambu kunci memahami kitab yaitu:

Pertama: Mengenal biografi penulis.
Mengenal penulis agar dapat diketahui aqidah, mazhab fiqih, pemikiran, pendidikan, adab, harakah dan sebagainya. Syeikh mengatakan: “Semakin antum mengenal penulis semakin antum memahami maksud kitab.”

Syeikh berkata: “Harus mengetahui aqidah dan asas pemikirannya karena itu akan membentuk gerakan pemikiran dan tulisannya. Mengetahui aqidah dan asas pemikiran penulis tidak hanya berlaku bagi penulis zaman dahulu, mengetahui penulis kontemporer juga penting.”

Dengan mengetahui aqidah penulis akan banyak membantu menyingkap berbagai makna-makna dan istilah yang dipakai. Buta pada aqidah penulis berakibat pada tertutupnya penggunaan makna-makna halus dan istilah yang ia gunakan.

Kedua: Memahami istilah-istilah yang digunakan.
Setiap cabang ilmu memiliki istilah-istilah khusus. Seperti dalam ilmu aqidah, fiqih, hadits, tasawuf dan lainnya masing-masing memiliki istilah. Tanpa mengerti istilah yang digunakan kita akan kesulitan memahami kitab. 

Ilmu istilah atau mushtalah merupakan ilmu penting karena itu setiap cabang-cabang ilmu terdapat pembahasan mengenai istilah yang digunakan. Terkadang penulis juga menciptakan istilah-istilah baru atau menggunakan kata yang sudah dikenal tetapi dengan pengertian baru. Maka kita harus bisa memahami definsi yang dimaksud oleh penulis bukan definisi dari diri kita sendiri.

Ketiga: Memahami sebab penulisan kitab.
Kitab ditulis dengan berbagai tujuan. Ada yang ditulis untuk bahan ajar, ada pula yang ditulis untuk guru. Ada yang ditujukan untuk anak-anak dan ada yang dihadirkan untuk orang dewasa. Ada tulisan karena sebab fitnah yang terjadi pada saat itu sehingga perlu dijelaskan oleh ulama atau sebab-sebab lainnya.

Keempat: Memahami jenis karangan.
Kitab tarikh berbeda dengan kitab riwayat, kitab syarah berbeda dengan kitab matan, kitab fiqih berbeda dengan kitab aqidah, kitab bantahan atau kritikan tidak seperti kitab hadits. Misalnya, membaca kitab tarikh tidak seperti membaca kitab riwayat, kita tidak pelu menuntut penulis untuk mencantumkan sanad riwayat dalam kitab tarikh. Kitab matan ringkas kadang tidak disertakan dalil, jadi jangan menganggapnya tidak ilmiah.

Kelima: Memahami manhaj penulisan penulis.
Setiap penulis memiliki metode penulisan ilmiah yang berbeda-beda. Zaman dimana penulis hidup juga berpengaruh pada manhaj penulisannya. Terdapat berbagai macam mazhab dalam penulisan syair, periwayatan, kitab bantahan dan sebagainya. Sehingga perlu diketahui kapan penulis itu hidup dan tanggal wafatnya.

Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah tidak setuju dengan usaha Syeikh Al-Bani rahimahullah meringkas Shahih Bukhari dalam Kitab Mukhtasar Shahih Al-Bukhari atau Kitab Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir yang diambil dari Kitab Sunan karena merusak manhaj penulisan pemilik tulisan asli. Walaupun alasannya untuk lebih mendekatkan kitab tersebut pada umat. Syeikh Umar Mahmud tidak sepakat dengan model ini.

Salah satu alasannya, Al-Bukhari rahimahullah dan penulis kitab Sunan memiliki rahasia dalam menyusun bab-bab dalam kitab haditsnya. Mereka tidak asal menyusun bab dan memberi nama bab karena itu dalam Shahih Bukhari dikenal tentang fiqih Bukhari dalam penulisan dan penataan bab. Demikian juga, para ulama tidak ngasal dalam hadits mencantumkan nomor hadits, tetapi disana terdapat rahasia ilmiah yang halus.

Menurut Syeikh, usaha peringkasan kitab hadits akan merusak manhaj dan tujuan penulis. Syeikh berkata: “Perbuatan tersebut muncul akibat tidak memandang karya ulama sebagai ahli ilmi yang memiliki kepribadian ilmiah dan keistimewaannya yang membentuk akal seorang alim. Tetapi hanya memandang kitab yang terpisah dari keilmiahan seorang penulis yang tidak ada hubungannya dengan manhaj penulisan yang tidak ada hubungannya dengan penulis.” 

Syeikh juga tidak setuju dengan usaha tahqiq kitab, misalnya kitab fiqih dengan memberikan catatan kaki yang kadang menyalahkan penulis atau memberikan takhrij hadits yang panjang dan menyimpulkan jika hadits tersebut dhaif. Seolah ulama penulis itu tidak paham takhrij hadits dan seakan semua kitab ilmiah harus menjadi kitab takhrij. 

Berkata Syeikh: “Wahai penuntut ilmu, bedakan antara kitab takhrij dengan kitab ushul fiqh, kitab nahwu, kitab pemikiran, kitab tarbiyah. Tetapi biarkan kitab turats sesuai apa adanya yang mencerminkan kepribadian penulis dan keistimewaan kitab. Jika antum memiliki ilmu, banyak usaha penulisan lain yang bisa dimulai. Bertakwalah pada Allah jika  antum ingin menjaga ilmu dan kitab turats.”

Syeikh juga mengkhawatirkan apabila usaha tahqiq atau peringkasan kitab itu hanya untuk mencari penghasilan dan keuntungan dari penerbitan. Bukan dalam rangka keilmiahan tetapi hanya demi mengais rezeki.

Jumat, 27 Jumadal Akhir 1444H
Disarikan dari kitab Fanul Qiraah Syeikh Umar Mahmud hafizhahullah