Manhaj Tarbiyah wa Taklim Imam Al-Ghazali rahimahullah [17]

Submitted by admin on Sun, 02/05/2023 - 04:10
Penulis

Setiap tokoh pergerakan dakwah dengan pemikiran dan manhajnya memiliki pengaruh perubahan kebaikan di masyarakat. Mereka adalah tokoh-tokoh tajdid dengan berbagai macam bidang pendidikan, dakwah, jihad, pemerintahan, aqidah, pemikiran, ekonomi dan lainnya. 

Seperti itu pula gerakan dakwah Imam Al-Ghazali, khususnya dalam bidang tarbiyah dan dakwah yang kita kaji ini memiliki pengaruh luas perbaikan umat. Sudah dimaklumi bahwa sektor pendidikan merupakan kunci pengaderan umat untuk memperbaiki masyarakat dan pemerintahannya bahkan pokok seluruh perbaikan masyarakat.

Di zaman penjajahan Belanda, ketika VOC hanya memberikan pendidikan bagi kaum ningrat bangsawan, para kiyai sigap berkorban bergerilya mendidik kaum muslimin dengan mengajar alif ba ta di langgar-langgar dan surau. Perjuangan pendidikan tradisional para kiyai rahimahumullah tersebut kemudian hari, melalui proses yang panjang melahirkan tajdid generasi Diponegoro dan pemimpin lain.

Menengok Imam Al-Ghazali jangan hanya melihat kitab Ihya Ulumudin hanya sebatas cetakan kitab dengan 2000 halaman. Atau melihat Ihya hanyalah kitab yang dikritisi oleh sebagian ulama karena terdapat hadits-hadits dhaif, hadits munkar, hadits maudhu. Kritikan pada kitab Ihya bukan hanya dilontarkan oleh ulama kontemporer, lagu lama sudah ada semasa Al-Ghazali masih hidup. 

Misalnya, Imam Abu Walid At-Tharthusi (w 520 H) mengkritik dengan kritikan sangat keras dengan menyebut kitab paling penuh kedustaan atas nama Nabi dan menyebutnya dengan kitab Imatatu Ulumudin (mematikan ilmu agama). Tentu saja kita harus meneliti kiblat politik Imam Abu Walid rahimahullah pada waktu itu, mazhab fikih dan ilmiah yang dianut dan perbedaan pandangan model perbaikan masyarakat yang dianut oleh Abu Walid rahimahullah.

Ala kulli hal, DR. Majid Rasyid Al-Kailani berhasil membuka mata dan mata hati kita keistimewaan Kitab Ihya Ulumuddin. Kitab yang semata bukan sekedar tulisan, tentu saja dengan berbagai ketidaksempurnaan, tetapi kitab yang menjadi ruh detonator kebangkitan umat. Kitab Ihya masyhur tak pernah pupus melewati lintas generasi. Semua orang pernah mendengar nama Ihya walau tidak pernah membacanya. Sudah cukup menjadi bukti bahwa kitab Ihya bukan sekedar kitab tetapi sesuai dengan namanya, kitab yang membuat umat ini hidup kembali khususnya di abad ke 5.

Ibnu Najar, seorang ulama sejarah yang wafat tahun 643 H, menyaksikan sendiri ledakan kekuatan harakah dakwah Al-Ghazali dan penerimaan luas masyarakat khususnya di Naisarbur, Irak, Syam, Hijaz. Beliau mengatakan: 

“Al-Ghazali: Imam fuqaha tak ada yang memungkiri, disepakati sebagai ulama rabbani umat, mujtahid, kebahagiaan umat yang selalu disebut kebaikannya diseluruh negeri dan terkenal keutamaannya di masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat mengakui kemuliaannya, keagungannya dan kedudukannya. Para penyelisih takut padanya, yang mematahkan dengan hujah siapapun yang berdebat dengannya. Atas perjuangannya pemikiran bidah dan yang menyelisihi sunah yang awalnya samar menjadi terang kesesatannya. Beliau tegak menolong sunah dan izharuddin (menampakkan agama).” (DR. Majid menukil dari Thabaqat Asy-Syafi’yah karya As-Subki).

Imam Taqiydun As-Subki menjelaskan peran Al-Ghazali meruntuhkan paham-paham sesat saat itu yaitu utamanya batiniyah dan filsafat: “Sampai kemudian agama ini menjadi tali ikatan kuat (kembali pada aqidah ahlu sunah), terbukalah syubhat dan atas usaha Al-Ghazali gerakan pemikiran sesat itu berakhir menjadi sebuah cerita.” 

Walhamdulillah, aqidah ahlu sunah menang melalui dakwah Imam Al-Ghazali dan kebidahan pemikiran kufur yang menyerang umat sekian lama lenyap tinggal kisah. Seakan jerih payah kaum kufar dari rafidhah dan nasrani dengan dana yang besar tidak ada manfaatnya berhadapan dengan dakwah seorang Al-Ghazali rahimahullah.

Menyedihkan, peran Al-Ghazali ingin diruntuhkan oleh sebagian orang dengan menempatkannya hanya sebagai seorang penulis atau ahli tasawuf bidah. Imam yang resign dari pangkat jabatan di istana kekuasaan rela uzlah hidup melarat membersihkan hati, tafakur dan memikirkan umat. Imam yang membubuhkan semua goresan penanya di atas lembaran Ihya selama 10 tahun dalam ibadah dan penyucian jiwa. Hujatul Islam yang semua ilmu bermuara kembali pada diri beliau.

Ihya Ulumudin, seperti namanya, menghidupkan agama dan umat ini. Kitab yang bergerak di muka bumi mempengaruhi jiwa-jiwa shalih dan jiwa yang jatuh dalam kubangan dosa kemudian bertaubat. Kitab yang membuat orang menangis memperindah hati lalu bangkit bergerak bersinergi memperbaiki keterpurukan umat. Kitab ini adalah kitab haraki yang sukses membangun peradaban baru.

Al-Ghazali melahirkan sekian banyak alumni-alumni yang menghafal Ihya di luar kepala. Sebutlah misalnya Imam Abdul Karim bin Ali bin Abi Thalib Ar-Razi, Imam Sa’ad bin Muhammad Al-Bazar yang kemudian menjadi dosen di madrasah Nizhamiyah mengajarkan manhaj gurunya, Muhammad bin Yahya, Jamalul Islam Abul Hasan Ali As-Silmi yang membangun madrasah Ghazaliyah di Damaskus, Syarifudin Al-Maushuli yang meringkas Ihya dengan hafalannya dan lainnya.

Namun, pemikiran yang paling berpengaruh dari Al-Ghazali menurut DR. Majid pada dua hal:

  1. Manhaj al-insihab wal ‘audah (uzlah menyucikan diri lalu kembali lagi ke masyarakat). Manhaj ini dipraktekkan oleh para imam, tokoh pada saat itu. Hasilnya perselisihan mazhab berhenti dengan sendirinya. Mereka menyibukkan diri dengan penyucian jiwa lalu kembali ke masyarakat dengan ruh baru.
  2. Terguncangnya pemikiran bidah sesat batiniyah dan filsafat hingga runtuh sampai akar-akarnya. Sehingga umat kembali pada aqidah ahlu sunah wal jamaah. Menurut kami, pola inilah yang dicloning oleh Sultan Shalahudin Al-Ayubi mengembalikan aqidah umat di Mesir.

Imam Al-Ghazali rahimahullah memperbaiki umat ini bukan hanya puas dengan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan namun tidak menyentuh dakwah masyarakat dan pemerintahan. Atau hanya sekedar berilmu tapi kosong dari ketauladanan dan amal perbuatan. Tidak. Al-Ghazali ahli ibadah, alim rabbani dengan kekuatan ilmiah tinggi yang mengajar di lembaga ilmiah dan membina santri serta masyarakat untuk beramal dan memperbaiki umat.

Al-Ghazali bukan tipe ulama yang hanya dakwah melalui ceramah, daurah-daurah atau tulisan. Beliau rahimahullah dengan segala kesungguhannya menjadi penggerak kebaikan umat ini. Kita bisa melihat dari beberapa kitab-kitabnya selain Ihya seperti Ayuhal Walad, Al-Ghazali menggerakkan semua santrinya untuk membersihkan hati dan mengamalkan ilmu. Bukan hanya fokus belajar tanpa pengamalan dan Al-Ghazali rahimahullah membuktikan itu dengan praktek nyata.

Ahad 14 Rajab 1444
Tulisan ini adalah bagian dari Resensi Kitab Hakaza Dhahara Jailu Shalahiddin wa Hakazha Adat Al-Quds karya DR. Majid ‘Arsan Al-Kailani. Diterbitkan oleh Darul Qalam, Cet ketiga 1423 H (2002)