Manhaj Tarbiyah wa Taklim Imam Al-Ghazali rahimahullah [18]

Submitted by admin on Tue, 02/07/2023 - 00:09
Penulis

Salah satu proses keberhasilan lain dari dakwah Imam Al-Ghazali ialah munculnya berbagai macam lembaga pendidikan dan dakwah yang mengikuti Manhaj Ishlah dan Tajdid beliau. Lembaga yang menyempurnakan pendidikan di atas tiga pondasi: aqidah, tazkiyah dan fiqih. 

Madrasah-madrasah tersebut mencetak alumni-alumni amilin fisabilillah yang berusaha mengobati penyakit umat. Mereka masuk kedalam berbagai lini bidang kemasyarakatan sampai pembangunan ekonomi dan pemerintahan.

DR. Majid membagi madrasah-madrasah tersebut menjadi dua: 

  1. Madrasah yang berdiri di ibukota-ibukota negara seperti Baghdad, Naisabur, Damaskus dan kota besar lainnya. Madrasah ini berusaha mencetak ulama-ulama, alim murobi, pemimpin politik dan tokoh masyarakat.
  2. Madrasah yang berdiri di perkotaan, kampung dan pelosok desa. Tujuannya melakukan pembinaan masyarakat mendukung restorasi atau reformasi keumatan untuk mendengar serta taat pada ulama akhirat. 

Dari sekian banyak madrasah-madrasah yang berkembang, yang paling terkenal adalah Madrasah Al-Qadariyah di Baghdad didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani rahimahullah murid Imam Al-Ghazali. Madrasah Qadariyah, setelah wafatnya Imam Al-Ghazali, bahkan semakin berkembang menjadi pusat pendidikan di atas manhaj Imam Al-Ghazali dengan ribuan santri.

Madrasah Qadariyah telah bertransformasi dari hanya sekedar nasrul fikrah (menyebarkan pemikiran manhaj) ke tahap pendidikan diklat dan membangun struktur tanzhim (jamaah) sebagai organisasi pergerakan perbaikan masyarakat dan pemerintah. Hal ini didukung atas kelebihan yang Allah berikan pada Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani atau Al-Kailani sebagai seorang sayid/habib dan kepiawaiannya dalam manajemen, organisasi dan leadership. 

Syeikh Abdul Qadir mewarisi kezuhudan dari keluarganya Alawi yang memang sangat terkenal dalam kezuhudan, kedermawanan dan perbaikan pada umat. Sedang kepemimpinan diwarisi dari datuknya Al-Hasan bin Zaid bin Al-Hasan bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib pendiri daulah Thabaristan wilayah dimana Syeikh dilahirkan. Kemudian hari daulah ini dikalahkan oleh dinasti Samaniyah.

Thabaristan adalah wilayah kuno bersejarah yang kini berada dalam wilayah Iran. Thabaristan berada di selatan pantai Laut Kaspia kira-kira di lokasi lereng utara dan selatan pegunungan Alborz dan di sebelah utara kota Ray yang merupakan kota besar pada masa lalu.

Setelah orang tuanya wafat, Syeikh Abdul Qadir kecil pindah ke Baghad dan belajar dengan para ulama di sana dan menimba ilmu pada Al-Ghazali ketika pertama kali kembali ke Baghdad setelah uzlah. Dalam studinya sebelum bertemu dengan Imam Al-Ghazali, Syeikh telah memiliki kefaqihan dalam bidang qiraat, adab, aqidah dan fiqih hanbali. Namun beliau lebih tertarik pada kezuhudan dan tasawuf suni dan dakwah mengikuti mazhab Al-Junaidi.

Syeikh semakin tertarik pada ilmu-ilmu hati dan tazkiyah nufus setelah bertemu dengan Imam Al-Ghazali dan meniru uzlah gurunya selama 10 tahun juga. Syeikh Abdul Qadir kemudian menulis kitab pemikiran-pemikirannya berjudul Al-Ghaniyah Lithalibi Thariqil Haq yang strukturnya persis dengan Kitab Ihya Ulumudin. 

Kemudian setelah itu terpengaruh dengan Syeikh Hamad Ad-Dabas dan Abu Said Al-Mukhrami bahkan beliau dipercaya mengelola madrasah milik Abu Said hingga membesar. Sehingga DR. Majid menyimpulkan adan empat fase pemikiran Syeikh Abdul Qadir:

  1. Fase ketika beliau mempelajari ushuludin di atas mazhab Hanbali yang ketat dalam berpegang pada Al-Quran, As Sunah dan perkataan salaf.
  2. Fase ketika beliau mengikuti manhaj Al-Ghazali dalam dalam menggabungkan antara fiqih dengan tasawuf, yaitu masih dalam ranah tasawuf teoritis.
  3. Fase ketika beliau memadukan fiqih dengan tasawuf secara praktis aplikatif di bawah bimbingan Ad-Dabas dan Al-Mukhrami.
  4. Fase beliau memiliki pemikiran sendiri berdasar pengembangan dan pengalaman dengan tetap di atas landasan pokok pemikiran Al-Ghazali dan mazhab Hanbali sehingga terjaga dari berbagai ketergelinciran jauh dari sunah.

Sekembalinya dari mujahadah dan uzlah 10 tahun, Syeikh Abdul Qadir sangat giat berdakwah. Dimulai dari tiga orang, empat orang hingga majelis beliau dihadiri oleh 70 ribu orang. Saking sibuknya Syeikh, kemudian beliau membagi waktunya menjadi dua: Pertama: Mengajar di madrasah dengan kurikulum yang terstruktural menggabungkan antara fiqih, aqidah dan tazkiyah. Kedua: Dakwah masyarakat dan mengajak mereka untuk bertaubat pada Allah.

Selasa 16 Rajab 1444
Tulisan ini adalah bagian dari Resensi Kitab Hakaza Dhahara Jailu Shalahiddin wa Hakazha Adat Al-Quds karya DR. Majid ‘Arsan Al-Kailani. Diterbitkan oleh Darul Qalam, Cet ketiga 1423 H (2002)