Diskusi Kitab Al-I'tibar karya Usamah bin Munqid (Bagian 8 TAMAT)

Submitted by admin on Sun, 10/29/2023 - 04:31

Sekarang kita menyebutkan kepribadian lain. Kita telah menyebutkan keberaniannya sekarang tentang karya-karya syair dan perpustakaan yang dimilikinya. Umat kita hari ini banyak tidak mengetahui pandangan orang dahulu pada urgensi kitab.

Usamah menulis berharganya kitab ketika beliau menjadi tawanan. Musuh merampas semua harta dan beliau tidak peduli hal itu malahan bersyukur atas keselamatan dirinya serta keluarganya. Tetapi setelah itu dia mengungkapkan kesedihannya atas kehilangan kitab. Dia berkata, "Sebanyak empat ribu jilid besar musnah, meninggalkan kepedihan tiara tara hingga kematian."

Beliau adalah laki-laki yang berhijrah ke negeri-negeri dengan membawa empat ribu kitab! Ini kisah pada satu orang, yang mengindikasikan keagungan kedudukan kitab dalam sejarah umat kita. Mayoritas kitab milik umat ini telah dibakar salibis sebagaimana antum telah ketahui.

Beliau menceritakan kisah dua ulama yang mati syahid, kita kutipkan keindahan goresan penanya:

"Ada orang-orang yang berperang seperti sahabat radhiyallahu 'anhu berperang. Mereka bertempur bertujuan janah bukan pangkat atau popularitas. Ketika raja Frank -semoga Allah melaknatnya- sampai ke negeri Syam, seluruh pasukan Frank memusatkan kekuatan menuju Damaskus. Keluarlah pasukan dan penduduk Damaskus menghadapinya di antara mereka al-faqih Al-Fandalawi dan syaikh zuhud Abdurrahman Al-Halhuli rahimahullah. Mereka sebaik-baik kaum muslimin. Setelah pasukan berhadapan, al-faqih berkata kepada syeikh Abdurrahman; 'Inikah bangsa Romawi?' Syeikh Abdurrahman menjawab, 'Benar.' berkata al-faqih, 'Lalu sampai kapan kita tetap menunggu? Serang dengan menyebut nama Allah.' Al-faqih merangsak maju sampai terbunuh."

Sekarang kita sampai penghujung kitab Al-I'tibar, saya ingin membacakannya pada kalian karena urgensinya dalam menerangkan memenuhi janji dengan baik bagian dari iman. Beliau menutup kitabnya dengan kata-kata indah;

"Usia telah melemahkanku dari melayani para sultan. Lalu aku membuka gerbang menemui mereka menyampaikan alasan demi alasan undur diri bekerja untuk mereka dan mengembalikan semua fasilitas negara. Karena aku tahu kondisi renta ini sudah tidak mampu melayani sultan dan tidak bisa memberi manfaat pada amir. Aku memutuskan mengasingkan diri dalam rumah dan menjadikan non aktif sebagai syiarku. Aku ridha dengan kesendirian dan keterasingan, berpisah dari tugas negara dan rekan-rekan. Hingga mencapai ketenangan berpisah dari semua kepedihan, sabar seperti kesabaran tawanan dalam belenggunya dalam klimak kehausan menunggu setetes air.

Aku panjatkan doa untuk kelanggengan kekuasaan sultan kami, pemimpin dunia dan agama, sultan Islam dan muslimin, pemersatu umat di atas iman, yang mengalahkan pasukan salib, yang meninggikan keadilan dan ihsan dengan ilmu, yang menghidupkan negara Amirul Mukminin Abu Al-Muzhafar Yusuf bin Ayub yang Allah telah membuat Islam dan muslimin indah dalam kekuasaannya."

Keinginannya yaitu bagaimana menutup kehidupan seperti yang antum saksikan. Sesungguhnya Allah menghendaki sebagian orang memiliki sifat mencampakkan dunia sebagaimana sifat para Nabi. Para Nabi tidak meninggal sampai dimintai izin, dan ulama tidak wafat sampai dia membenci dunia. Demikian pula orang-orang shalih tidak wafat kecuali apabila dia telah membenci dunia.

Inilah ghurbah (keterasingan) ulama. Seperti yang dilakukan Umar bin Khaththab dan Al-Bukhari, maka terkumpul padanya akhlak dari akhlak para Nabi yang bercita-cita mencampakkan dunia. Para Nabi ketika disodorkan pilihan antara dunia atau kematian lebih memiliki kematian. Rasulullah shallalahu 'alaihi wassalam bersabda:

ما من نبي يمرض الا خير بين الدنيا والاخرة

"Saat para Nabi sakit, disodorkan pilihan antara dunia dan akhirat."

TAMAT

Diringkas dan diterjemahkan oleh Zen Ibrahim hafizhahullah dari Kitab Alfu Kitab Qabla Mamat Juz 1 Pasal Munaqasyah Kitab Al-I'tibar karya Usamah bin Munqid.

Ahad 14 Rabiul Akhir 1445 H